Hasil gambar untuk bantar gebangPemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, kesulitan menanggulangi persoalan sampah di wilayah setempat. Sebab, produksi sampah di wilayah itu kini mencapai 1.700 ton, hanya 600 ton dapat dibuang ke tempat pembuangan akhir.
"Produksi sampah terus meningkat, sementara belum ada teknologi untuk mengolah," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kota Bekasi, Jumhana Lutfi, Selasa, 30 Mei 2017. Lutfi mengatakan, kondisi TPA Sumur Batu di Kecamatan Bantargebang sendiri sudah overload.
Menurut Lutfi, sudah tak ada lagi sisa lahan kosong untuk menampung sampah di TPA Sumur Batu. Karena itu, kata dia, sistem pembuangan dengan cara ditumpuk di lokasi gunungan sampah yang sudah tinggi. Walhasil, gunungan sampah tersebut rawan longsor. 
Ia mengatakan, pengadaan lahan untuk perluasan zona masih terkendala pembebasan lahan. Informasi diperoleh dinasnya, bahwa harga yang dipatok oleh tim penilai independen lebih rendah dibanding harga penawaran. "Tim pengadaan tanah sedang minta pendampingan dari kejaksaan," kata dia.
Jumhana menambahkan, untuk menekan jumlah sampah yang dibuang ke TPA, pihaknya menargetkan 1000 bank sampah terbentuk di wilayahnya. Bank sampah harus ada di setiap RW, kemudian setiap sekolah, dan lingkungan melalui sebuah komunitas. "Mengubah pola ini sulit, padahal sampah mempunyai nilai ekonomis," kata dia.
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi, Wasimin mengatakan, persoalan sampah tidak bisa dianggap remeh. Sebab, sampah merupakan sumber penyakit utama. "Pengadaan harus segera dirampungkan, agar bisa menampung sampah yang tidak terangkut," kata Wasimin.
Wasimin mengatakan, lembaganya mengapresiasi langkah pemerintah dengan membentuk bank sampah. Dengan bank sampah, kata dia, mampu mengurangi beban sampah di TPA Sumur Batu. "Jika efektif 1000 bank sampah, setidaknya 70 persen produksi sampah tak sampai dibuang ke TPA," ujar politikus PDI Perjuangan ini.
Ridwan mengatakan, hakikatnya persoalan Bantar Gebang mesti diselesaikan melalui koordinasi antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jabar. Namun, sebagai solusi jangka pendek, ia menyiapkan program pengolahan sampah berbasis wilayah. "Mengelola sampah berbasis wilayah, sehingga di setiap tempat ada pengolahan sampah. Tidak semua terpusat di satu titik. Kalau pun harus mencari lokasi baru, harus ada kesepakatan bersama. Artinya kita harus duduk bersama dengan pemerintah Jakarta dan pemerintah kota/kabupaten," tutur Emil, sapaan akrabnya, Kamis (19/4/2018). Selain Itu, Emil sempat mendapat keluhan soal belum cairnya uang kompensasi bau selama tiga bulan terakhir.